Di abad 21 ini manusia sedunia menghadapi dua jenis krisis skala
dunia yang sangat dahsyat: Krisis ekologis pemanasan global dan krisis
ekonomis resesi global. Kedua krisis itu berakar pada pandangan sempit
peradaban yaitu humanisme antroposentrik dan materialisme sekularistik.
Humanisme antroposentrik menekankan nilai-nilai kemanusiaan yang
tercantum dalam hak-hak asasi manusia yang cenderung individualistik dan
antroposentrik melupakan spesies-spesies biologis lainnya. Materialisme
sekularistik membatasi kegiatan manusia hanya pada pengolahan alam
menjadi produk-produk material yang dipertukarkan melalui pasar bebas
untuk keuntungan sebesar-besarnya bagi individu-individu manusia. Krisis
global bersayap dua ini kini telah menyengsarakan umat manusia di
seluruh penjuru dunia.
Soalnya, pemanasan global secara sistematis telah mengubah perikliman
dunia dan segala dampaknya. Secara global naiknya suhu udara dan air
laut rata-rata, diikuti oleh melelehnya salju di kutub-kutub bumi serta
di puncak-puncak gunung yang kemudian berdampak pada meningkatnya
permukaan laut dan curah hujan dan berujung pada pelbagai banjir besar
di berbagai daerah dan gelombang panas dan badai salju, penyebaran wabah
penyakit serta perpanjangan masa kemarau yang memicu kebakaran hutan.
Itu semua adalah efek tak langsung dari materialisme ekonomi industrial
yang terus menerus secara serakah menguras tabungan energi matahari,
oleh bekas-bekas fauna dan flora purba yang tertanam di kerak bumi
sebagai batubara, minyak dan gas, dengan cara membakarnya sehingga
memproduksi gas CO2 secara berlebihan menyebabkan efek rumah kaca yang
menjebak panas di atmosfera yang menyelimuti bumi.
Di samping itu, krisis resesi global juga disebabkan oleh keserakahan
materialistis kapitalisme global yang diejawantahkan dalam pasar modal
yang lebih mementingkan keuntungan moneter ketimbang produsi
barang-barang riil kebutuhan sehari-hari. Maka uang dan utang pun
diperjual belikan dengan secara spekulatif virtual melalui jaringan
teknologi informasi komunikasi global dengan kecepatan tinggi
dilambungkan harganya menjadi gelembung-gelembung yang pada
ujung-ujungnya meledak. Dampak utamanya adalah efek domino berupa
tsunami krisis ekonomi berujung pada rangkaian pemutusan hubungan kerja
yang berantai dari sektor perumahan ke sektor perbankan terus ke sektor
fabrikasi mobil dan barang-barang elektronika dan ujung berujung pada
industri tekstil dan barang-barang keperluan rumah tangga. Ujung-ujung
dari semua ini adalah terjadinya sebuah danau pengangguran yang semakin
lama semakin meluas menjadi lahan subur bagi merebaknya wabah sosial
dalam bentuk berbagai bentuk kriminalitas dan wabah mental dalam bentuk
berbagai penyakit kejiwaan karena keputus-asaan dan ketegangan yang tak
tertahankan.
Mengingat kedalaman dan keluasan dari kesengsaraan yang ditimbulkan
oleh kedua sayap krisis global yang datang tanpa bisa diramalkan jauh
hari sebelumnya, ada baiknya kita meninjau kembali paradigma
materialisme di bidang sains, teknologi dan ekonomi yang membentuk
sebuah aliran-aliran umpan-balik positif yang tumbuh secara
eksponensial. Pertumbuhan eksponensial ini dipacu oleh kesamaan
paradigmatik antara keempat cabang peradaban yang mementingkan
materialisme sekular dan humanisme individual. Oleh sebab itu terdapat
sebuah revolusi paradigmatik yang disebut holisme di dunia Barat pada
dasawarsa-dasawarsa akhir abad keduapuluh. Paradigma holistik itu
memperluas humanisme individual dengan ekologisme kosmik di satu pihak
dan memperluas materialisme sekular dengan idealisme panteistik di lain
pihak. Dilihat dari sudut pandang tradisi teologis Timur, keterbatasan
holisme yang monodualistik itu sudah seharusnyalah dilengkapi dengan
dimensi ketuhanan yang transendental.
Realitas: Sebuah Kesepaduan
Dalam paradigma holistik, yang ada adalah kesatuan dua sisi kebulatan
realitas. Secara ontologis kesatuan itu adalah kesatuan antara manusia
dan alam lingkungannya. Dalam tradisi mistisisme Timur kesatuan ini
disebut sebagai kesatuan mikrokosmos dan makrokosmos: alam kecil dan
alam besar. Namun berbeda dengan tradisi Timur yang menekankan adanya
perjenjangan sejajar antara dua kosmos itu, holisme hanya mengakui
adalanya dualitas kesadaran/kenyataan pada kedua kosmos tersebut. Itulah
sebabnya terjadi koreksi terhadap holisme yang mengabaikan realitas
transendental. Koreksi itu adalah integralisme. Satu bentuk integralisme
yang dikenal di dunia Barat adalah integralisme universal yang diajukan
oleh Ken Wilber di tahun 2000. Integralisme universal ini melihat
realitas sebagai suatu kesatuan dengan empat sisi yang dibentuk oleh
salib sumbu interioritas-eksterioritas dan individualitas-kolektivitas.
Keempat sisi itu disebutnya sebagai kuadran subyektif, kuadran obyektif,
kuadran intersubyektif dan kuadran interobyektif. Realitas dalam
pandangan ini adalah sebuah jenjang lingkaran-lingkaran sepusat yang
pusatnya adalah titik potong antara kedua sumbu yang tegak lurus satu
sama lainnya membentuk kuadran-kuadran tersebut.
Secara kebetulan Ken Wilber telah menggunakan istilah
“integralisme” untuk menamakan pahamnya tentang realitas. Padahal lebih
dari limabelas tahun sebelum Wilber merumuskan integralisme
universalnya, di Indonesia istilah itu telah digunakan sebagai nama dari
sebuah pandangan Islam yang melihat realitas sebagai kesepaduan dari
dua buah perjenjangan yang disebut perjenjangan mendatar dan
perjenjangan menegak.
Dalam pandangan ini dualitas mikrokosmos-makrokosmos tradisi mistik Timur dalah bagian dari hirarki lima kosmos yaitu mikrokosmos, mesokosmos, makrokosmos, suprakosmos dan metakosmos. Mikrokosmos itu adalah nama kontemporer bagi al-Nafs atau individu manusia. dan mesokosmos adalah nama lain dari al-Qawm atau kolektivitas manusia.Mikrokosmos dan mesokosmos maenyatu dalam peradaban manusia atau al-Madaniyah. Perdaban manusia itu adalah bagian dari lingkungan alam semesta yang disebut makrokosmos dan lingkungan superkosmos atau alam gaib. Makrokosmos dan superkosmos itu tak lain dari multikosmos atau al-’alamin. Di luar al-’alamin itu adalah Rabb yang mengaturnya. Rabb inilah yang disebut metakosmos dalam pandangan integralisme Islam.
Dalam pandangan ini dualitas mikrokosmos-makrokosmos tradisi mistik Timur dalah bagian dari hirarki lima kosmos yaitu mikrokosmos, mesokosmos, makrokosmos, suprakosmos dan metakosmos. Mikrokosmos itu adalah nama kontemporer bagi al-Nafs atau individu manusia. dan mesokosmos adalah nama lain dari al-Qawm atau kolektivitas manusia.Mikrokosmos dan mesokosmos maenyatu dalam peradaban manusia atau al-Madaniyah. Perdaban manusia itu adalah bagian dari lingkungan alam semesta yang disebut makrokosmos dan lingkungan superkosmos atau alam gaib. Makrokosmos dan superkosmos itu tak lain dari multikosmos atau al-’alamin. Di luar al-’alamin itu adalah Rabb yang mengaturnya. Rabb inilah yang disebut metakosmos dalam pandangan integralisme Islam.
Micro- kosmos (manusia) |
Meso- kosmos (budaya) |
Makro- kosmos(alam nyata) |
Supra- kosmos (alam gaib) |
Meta- kosmos (Tuhan) | |
Ruh | Quran | sumber | Dzat | ||
Qalb(Nurani) | Din | Prinsip-prinsip alam |
Prinsip-prinsip Supernatural |
Sifat-Sifat | |
‘Aql(Kesadaran) | Tsaqafah | Hukum-hukumalam | Hukum-hukum Supernatural |
Perintah- Perintah |
|
Nafs (Perilaku) |
Tamaddun | Fenomena alam | Fenomena Supernatural | Perbuatan | |
Jism (Tubuh |
Ummat &madaniyah | Benda-benda alam | Benda-benda Supernatural | Ciptaan |
Tegak lurus dengan perjenjangan mendatar lima kosmos itu terdapat perjenjangan lima menegak kategori integral yaitu materi, energi, informasi, nilai-nilai dan sumber. Kelima kategori integral itu tersirat dalam perjenjangan jism, nafs, ‘aql, qalb dan ruh yang dijarkan dalam tasawwuf Islam. Ia juga tersersirat dalam perjenjangan sumber hukum ‘urf, ijma’, ijtihad, sunnah dan Al-qur’an dalam tradisi ilmu fiqh Islam. Ia pun tersirat dalam perjenjangan Khalqillah, Sunnatullah, ‘Amrullah, Sifatullah dan Dzatullah dalam tradisi teologi Islam atau ilmu kalam. Secara diagram realitas integral itu dapat dilukiskan sebagai matriks terlukis di atas.
Satu hal yang dapat dibaca pada matriks ini adalah materialisme
sekuler hanya mengakui submatriks 3×3 dibagian kiri bawah sebagai
satu-satunya realitas. Sedangkan holisme panteistik hanya melihat
submatriks 4×4 bagian kiri bawah sebagi realitas seutuhnya. Dari sini
tampak bahwa baik materialisme ataupun holisme hanyalah merupakan
pandangan parsial. Integralisme Islam adalah sebuah pandangan yang lebih
menyeluruh menyempurnakan kedua pandangan tersebut.
Hal lain yang perlu diketahui adalah bahwa integralisme Islam
melihat baris atas dari matriks itu merupakan realitas sumber yang bagi
baris-baris realitas relatif dibawahnya. Hal ini berbeda
seratusdelapanpuluh derajad dengan pandangan materialis yang menganggap
baris terbawah sebagai realitas mutlak sedangakan baris-baris di atasnya
sebagai realitas relatif. Dengan perkataan lain pandangan realitas
integral Islam menjungkirbalikkan pandangan materialis sains sekuler.
Inilah yang disebut sebagai revolusi integralisme Islam. Hal ini serupa
dengan revolusi heliosentrisme Kopernikus yang menganggap
matahari.sebagai pusat alam semesta membalikkan pandangan geosentrisme
Ptolomeus yang menganggap bumi sebagai pusat jagatraya.
Yang terakhir perlu diperhatikan dalam pandangan integralisme Islam
ini ada;ah kenyataan bahwa peradaban manusia itu berada di antara
manusia dan alam lingkungannya, sehingga sudah sewajarnya peradaban
manusia itu serasi, dengan bukan mengeksploitasi, alam semesta
lingkungannya. Pandangan penguasaan alam semesta itulah yang mendorong
pada pengembangan teknologi yang mencemarkan alam lingkungan sehingga
terjadi pemusnahan spesies lain sperti yang kita alami sekarang. Itulah
sebabnya kita harus mengganti paradigma peradaban manusia modern ini
dengan paradigma integralisme Islam.
Ajaran Islam : Suatu Integralitas,
Ajaran Islam sebagai Din mempunyai tiga komponen integral yaitu
Aqidah, Syari’ah dan Thariqah. Aqidah Islam itu tersusun dalam Arkan
Al-Iman atau rukun Islam. Sedangkan Syari’ah Islam dibingkai oleh Arkan
al-Islam dan Thariqah Islam iitu berinyikan Ihsan. Yang menarik adalah
kenyataan bahwa matriks integralitas itu mencermikan ketiga komponen Din
Islam itu secara struktural.
Misalnya, Arkan Al-Iman meliputi
- Iman kepada Allah yang disebut sebagai Metakosmos Pencipta dab Maha Sumber segala hal
- Iman kepada malaikat yang menjalankan pengaturan alam semesta ayau Makrokosmos
- Iman kepada kitab-kitabNya yang merupakan landasan bagi peradaban atau Mesokosmos
- Iman kepada rasul-rasulNya yang merupakan individu atau Mikrokosmos
- Iman kepada Qiyamat/’Akhirat sebagai kehancuran makrokosmos memasuki Suprakosmos
- Iman kepada Qadar dan Qadha’ sebagai ketentuan Integrasi Kosmik
- Sehingga dapatlah kita simpulkan bahwa arkan al-Islam menyiratkan pengakuan akan Kesepaduan Realitas sepwerti yang tertera dalam matriks integralitas.
Di samping itu kita dapat melihat arkan al-Islam sebagai kerangka
pentahapan abadi pembangunan peradaban atau Tazkiyah al-Madaniyati.
Arkan Al-Islam itu meliputi
- Syahadatain sebagai landasan bagi pembinaan individu atau Tazkiyah al-Nafsi
- Shalat sebagai sarana pembinaan kelompok atau Tazkiyah al-Jama’ati’
- Shaum sebagai sarana pembinaan Masyarakat yang adil atau Tazkiyah al-Ijtima’i
- Zakat sebagai landasan pembangunan Negara bangsa yang sejahtera atau Tazkiyah al-Ummati
- Hajji sebagai sarana pembangunan Peradaban antar bangsa yang damai atau Tazkiyah al-Madaniyati
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa rukun Islam di samping
merupkan sarana penghubung kita dengan Allah atau ‘ubudiyah, dia juga
merupkan sarana pembangunan Peradaban melalui mu’amalah.
Jika rukun Islam dapat dilihat sebagai kerangka pembangunan
peradaban berdasarkan rukun Islam, maka Ihsan dapat dilihat sebagai
kerangka pembangunan pribadi yang mendekatkan diri pada Sang Peciotanya
melalui ibadah dimana diharapkan :
1. Kita beribadat seolah-olah melihat Tuhan, atau
2. Kita beribadat karena dilihat Tuhan
Beribadah seolah melihat Tuhan adalah simbol dari beribadah karena
Cinta dan beribadah karena dilihat Tuhan adalah simbol dari beribadah
karena takut pada Allah swt. Ihsan adalah esensi Thariqah untuk
mendekatkan diri pada Allah dengan mentransformasi rasa takut menjadi
rasa cinta secara bertahap.
Aqidah adalah landasan bagi pasangan proses Syari’ah sebagai
transformasi religio-kultural peradaban dan Thariqah transformasi
psiko-spiritual individu
0 Komentar