Diperkirakan
sumber awal yang menyatakan bahwa Zulkarnaen (tanpa Iskandar) adalah
Alexander the Great dalam khasanah literatur Islam adalah Ibn Hisyam.
Ibn Hiyam adalah salah satu ahli sejarah Islam awal yang menulis sejarah
kehidupan Rasulullah. Sebagai bahan dasar penulisan sejarah Rasulullah
tersebut beliau banyak mengambil bahan dari sejarah Rasulullah yang
ditulis oleh Ibn Ishaq (yang sekarang diyakini/diperkirakan tidak ada
lagi).
Kembali ke pokok permasalahan, dalam karyanya Ibn Hisyam memberikan
komentar tentang siapakah Zulkarnaen dengan mengasosiasikan dia dengan
Alexander dari Yunani, dengan tafsiran bahwa "2 tanduknya" adalah
rentangan kekuasaannya yang terbentang dari Yunani ke Persia (dahulu
kekuasaan kerajaan Persia sampai ke India), atau dari barat sampai ke
timur. Kemungkinan besar sejak saat itulah diasosiasikan bahwa
Zulkarnaen adalah Alexander (atau Iskandar menurut bahasa Arab dan
Eskandar menurut bahasa Persia)
Namun asosiasi tersebut menjadi bermasalah salah satunya karena
Alexander diperkirakan bukan seorang monoteis. Oleh karena itu Sayyid
Abul Ala Maududi berpendapat bahwa Zulkarnaen bukanlah Alexander.
Maududi berpendapat bahwa sifat-sifat Zulkarnaen adalah:
1. Sudah meninggal saat Qur'an diturunkan
2. Punya 2 tanduk
3. Kekuasaannya meliputi suatu daerah yang sangat luas
4. Membangun tembok untuk menahan Yajuj dan Majuj
5. Penguasa yang adil dan percaya kepada Tuhan
Orang Israel dan Christian mengenal adanya Book of Daniel, yang menceritakan kehidupan orang Israel dibawah kekuasaan dan tirani Nebukadnezar, dengan Daniel sebagai tokoh utamanya. Daniel adalah orang Israel yang memilii kemampuan menafsirkan mimpi, dan dia sempat menjadi penasehat Nebukadnezar karena kemampuannya trersebut. Pada suatu ketika Daniel bermimpi akan adanya seekor domba dengan 2 tanduk. Salah satu tanduknya agak panjang sebelah. Domba itu menyeruduk ke Barat, Keselatan dan keUtara. Tidak ada binatang yang tahan tandukan domba tersebut. Seekor kambing dengan tanduk tunggal diantara 2 matanya muncul dari barat
Belum lama saya tertarik dengan sebuah buku yang berjudul "Mengungkap Misteri Perjalanan Dzulqarnain ke Cina: Munculnya Ya'juj dan Ma'juj di Asia".
Berdasarkan penelitian sang penulis, Zulkarnain bukanlah Alexander Agung, karena Alexander Agung bukanlah seorang muslim dan juga merupakan agresor.
Penelitian lanjut beliau, yang tidak bisa saya uraikan di sini karena terlalu panjang, Zulkarnain tidak lain adalah Akhnaton (Amnihotib IV), Raja Mesir yang berkuasa antara tahun 1370 s.d. 1352 SM (Dinasti XVIII). Akhnaton sendiri adalah anak dari Amnihotib III yang saat ini kita kenal dengan Fir'aun, raja Mesir yang mengaku dirinya sebagai Tuhan dan ingin membunuh nabi Musa. Banyak fakta yang ditampilkan oleh penulis yang mengarahkan Zulkarnain sebagai anak Firaun. Zulkarnain inilah yang diyakini sebagai orang yang membela Nabi Musa ketika Firaun ingin membunuhnya yang disebutkan dalam Al-Quran sebagai "laki-laki yang beriman". Kisah ini bisa disimak dalam
Q.S. 40:27:
Dan berkata Fir`aun (kepada pembesar-pembesarnya): "Biarkanlah aku
membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena
sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan
kerusakan di muka bumi".
Dan Musa berkata: "Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari berhisab".
Al-Mu`min:028
Dan seorang laki-laki yang beriman di antara keluarga (pengikut-pengikut) Fir`aun yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: "Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu". Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.
Siapakah lelaki beriman itu? Menurut penulis, dia tidak lain adalah Zulkarnain. Bersama istri dan keenam putrinya beliau mengajarkan untuk bertauhid dan dia adalah satu-satunya raja Mesir dalam sejarah yang beriman kepada satu Tuhan, Tuhannya Matahari, yang pada saat itu Matahari dianggap sebagai Tuhan oleh masyarakat Mesir. Dan sangat mungkin anak Firaun ini beriman, karena beliau hidup semasa dengan Nabi Musa yang ketika kecil nabi Musa dirawat oleh istrinya Firaun. Pergaulannya dengan nabi Musa yang mungkin menyebabkan Akhnaton beriman kepada Allah.
Akhnaton menjadi raja setelah ayahnya Firaun tewas di laut merah ketika mengejar nabi Musa.
Dari sekian banyak raja Mesir, hanya Raja Zulkarnain (Akhnaton) dan keluarganya yang tidak ditemukan muminya meskipun piramid yang akan digunakan untuk makam Raja Akhnaton berhasil ditemukan namun para ahli sejarah tidak berhasil menemukan muminya.
Pertanyaannya, mengapa tidak ada makam Raja Akhnaton? Salah satu jawaban yang mungkin adalah Raja Akhnaton atau Zulkarnain tidak meninggal di Mesir, tetapi di luar Mesir. Perjalanan Zulkarnain ke luar Mesir berdasarkan perintah Allah yang tercatat dalam kisah Zulkarnain di Al-Quran Q.S. Al-Kahfi: 83-99.
Zulkarnain diperintahkan untuk menuju tempat terbenam matahari (Bagian
barat bumi), tempat terbit matahari (bagian timur bumi), dan juga
menuju tempat "baina as-saddain (di antara dua bukit). Berdasarkan
bukti, fakta, dan argumentasi yang diberikan oleh penulis, penulis
meyakini bahwa yang dimaksud tempat terbenam matahari adalah kepulauan
Maladewa, kemudian beliau menyusuri khatulistiwa menuju tempat
terbitnya matahari. Kepulauan Kiribati dinyatakan oleh penulis sebagai
tempat terbitnya matahari. Di tempat ini terbit dan terbenamnya
matahari selalu sama sepanjang tahun, yaitu terbit selalu jam 06.30 dan
terbenam selalu jam 18.30, dengan kata lain siang hari selalu 12 jam,
dan malam hari selalu 12 jam. Setelah itu beliau diperintahkan oleh
untuk berbelok arah menuju tempat yang terletak di antara dua bukit.
Berdasarkan penelitian beliau, lokasi itu tidak lain adalah China.
Cerita Zulkarnain juga
terkait dengan Ya'juj dan Ma'juj. Dalam kaidah bahasa Arab, kata Ya'juj
dan Ma'juj ini adalah kata yang aneh karena tidak bisa ditashrif.
Ternyata Allah ingin membuktikan sebuah sejarah dengan menggunakan kata
aslinya. Ya'juj dan Ma'juj ternyata berasal dari bahasa China:
Ya = Asia
Jou atau Zhou = Benua, tempat tinggal
Ma = kuda
Pemahaman tentang Ya'juj dan Ma'juj ini juga sejalan dengan hadits nabi:
"Kalian mengatakan, kalian tidak punya musuh. Kalian tetap akan melawan
musuh kalian sehingga keluar Ya'juj dan Ma'juj yang bermuka lebar,
bermata sipit, bersosok (atau berkulit kuning), akan turun dari setiap
perbukitan, seakan wajah mereka rata bagai permukaan palu." (Hadits
riwayat Imam Ahmad)
Hadits
di atas menerangkan sebagian karakteristik fisik Ya'juj dan Ma'juj
yang mendiami Asia Timur, Asia Utara, Asia Tengah, dan benua kuda
(Bangsa Mongol. Orang Barat menyebutnya Horse People).
Di dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:
"Tiada ilah selain Allah. Celaka orang-orang Arab akibat kejahatan yang
kian dekat. Tembok pemisah (perlindungan dari) Ya'juj dan Ma'juj
terlah terbuka, seperti ini," beliau sambil melingkarkan ibu jari dan
telunjuknya. Zainab berkata, "Kataku, Wahai Rasulullah, apakah kita akan
binasa sedang di tengah-tengah kita terdapat orang-orang shaleh?"
Beliau menjawab, "Ya, jika kejahatan merajalela." HR. Bukhori.
Hadits riwayat Bukhori di atas diperkirakan disampaikan oleh nabi
antara tahun 622-632M. Ketika itu sebagian tembok pemisah yang dibangun
Zulkarnain di Vina telah terbuka, yakni antara tahun 615-632 M. Pada
rentang tahun itu, China menjadi negara superpower di Asia bagian utara
yang dapat menghancurkan Turki bagian timur dan menguasai Mongolia
pedalaman, Rodesia, dan daerah-daerah di Asia Tengah dengan kekuatan
tentara yang sangat dahsyat di bawah kepemimpinan Kaisar Taizon.
Berbagai
bencana, peperangan, dan peristiwa yang terjadi antara 615 - 632 M
rupanya menjadi sebab terbukanya sebagian tembok pemisah sebagai
pertahanan dari Ya'juj dan Ma'juj, sebagaimana disebutkan dalam hadits
di atas.
Bencana, peperangan dan kerusakan yang terjadi merupakan parameter
Ya'juj dan Ma'juj. Perang sadis dan tidak berperikemanusiaan juga
terjadi sekitar tahun 1200-an M di bawah kepemimpinan raja Mongol,
Jenghis Khan.
Sumber: http://caricela.blogspot.com/2011/04/misteri-di-balik-tembok-besar-cina-dan.html
0 Komentar