Sebagaimana prolog kemarin, catatan ini juga lanjutan dua tulisan sebelumnya yaitu: Benarkah Australia dan Singapura itu “Ujung Tombak” Kolonialisme di Indonesia? (1)
dan Menakar Kharakter Bebal Politik Luar Negeri Australia (2). Setiap
artikel memang berbeda judul, namun koridor topiknya tetap sama. Tak ada
maksud apa-apa, selain ingin tulisan ini lebih sexy dalam tampilan
sehingga menimbulkan hasrat dibaca. Selamat menikmati, dan tetaplah
berpikir merdeka!
Sayap Mata-Mata
Sepertinya
halnya Aussie, Singapura juga ikut dalam pakta pertahanan seperti ISAF,
FPDA, dll selain merupakan salah satu “ujung tombak” intelijen Barat di
Asia. Hal ini disampaikan oleh Salamuddin Daeng, peneliti dari Institute for Global Justice (IGC),
Jakarta, bahwa AS dan Inggris telah mematai-matai Indonesia melalui dua
sayap operasi intelijen. Pertama, sayap Australia: untuk pembentukan mindset
(pola pikir) dan rekayasa politik di Indonesia. Kedua, sayap Singapura:
dalam rangka pengendalian ekonomi, keuangan, perbankan, perdagangan dan
sumberdaya alam (SDA) Indonesia.
Terkait
penyadapan Aussie terhadap simbol negara dan beberapa petinggi republik
tercinta ini, tak boleh dipungkiri, ia pun turut membantu operasi
intelijen dimaksud, selain Jepang, New Zealand dan Korea. Menurut
Sarwoto Atmosutarno, pengamat telekomunikasi, bahwa Singapura adalah
penyebab bocornya jutaan data pelanggan Telkomsel yang disadap oleh
intelijen Aussie dan Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA).
Kenapa demikian, karena faktor letaknya di posisi transit kabel
transmisi bawah laut antara Indonesia - Aussie. Tak bisa dielak memang,
Singapura adalah jalur internasional kabel laut, baik dari Perth ke
Singapura lalu ke Jakarta, maupun dari Jakarta ke kota besar lainnya di
Indonesia.
Sekilas Geopolitik Singapura
Ya.
Negara ini luasnya cuma 713-an kilometer (km), masih lebih besar Jogja
yang 3000-an km, atau Kabupaten Malang. Luas Jogja yang hampir empat
kali Singapura tetapi penduduknya hanya 3,5 juta. Bayangkan dengan
penduduk 5,1 juta orang, selain Singapura mirip red dot (titik merah) dalam peta dunia, juga uyel-uyelan.
Akan tetapi ekspornya tahun 2011 mencapai USD 400 milyar/tahun, dua
kali lipat Indonesia yang hanya USD 203 milyar. Luar biasa. Bukankah
secara geografis, ia tak memiliki SDA sama sekali, kenapa ekspornya dua
kali lipat sedangkan bila dibandingkan penduduk dan wilayah, justru
Indonesia beribu-ribu lipat daripadanya?
Tapi meski hanya red dot,
ada sekitar 6000 perusahaan AS dan Eropa beroperasi di Singapura.
Demikian pula Cina, ia menempatkan 3000-an perusahaan, India sekitar
1500 buah, dst. Belum negara-negara lain termasuk Indonesia. Kekuatan
Negeri Singa ada di sumberdaya manusia (SDM) dan kepastian hukum. Bisnis
(jasa) sangat produktif disini. Dan ia dianggap sebagai pusat keuangan
Asia, pusat industri manufaktur termasuk minyak, kimia, logam, dan
lain-lain walaupun seluruh bahan baku dari impor. Bahkan air tawar pun
impor dari Malaysia, termasuk sayur mayur dan kebutuhan pokok lain,
sebagian besar malah dari Indonesia.
Dari
perspektif riil geopolitik, Thailand, Malaysia dan Indonesia dianggap
ancaman bagi Singapura. Tapi Malaysia tampaknya tak begitu dicemaskan
mengingat faktor sejarah. Entah dulu ia bagian dari Malaysia, atau
sesama commonwealth bekas jajahan Inggris, atau karena bersebelahan duduk di pakta pertahanan semacam FPDA, ISAF dan lain-lain.
Mungkin
persepsi Singapura, ancaman nyata dari Thailand dan Indonesia terkait
dua aspek yakni militer dan ekonomi. Dalam logika tata negara, serangan
militer (peperangan) akan berdampak kepada ekonomi, sebaliknya
terganggunya ekonomi bakal berefek buruk pada kekuatan militernya. Maka
mensiasati kondisi tersebut, cara paling efektif untuk mengantisipasi
ialah memperlemah ancaman (negeri tetangga) dari sisi internal secara asymmetric. Ini yang nanti kita bahas agak dalam.
Sedang
dari sisi militer, ia terlihat sangat percaya diri ---seperti halnya
Aussie--- entah karena bercokolnya pangkalan Inggris di Sembawang, atau
sebagai anggota beberapa pakta pertahanan, juga adanya pangkalan militer
Paman Sam disana, kendati kedoknya hanya perbaikan (bengkel) angkatan
laut AS.
Posisi “aman” sesuai
persepsinya, justru mengakibatkannya Singapura sendiri lupa (diri),
bahwa betapa kecil daratan mereka jika dibanding para tetangga yang
dinilai sebagai ancaman. Dari aspek manapun, Negeri Singa atau red dot ini bakal “tenggelam” jika diserbu lawan dari berbagai arah dan penjuru, baik secara asymmetric apalagi melalui cara militer (terbuka). Sewaktu konfrontasi versus Indonesia tempo doeloe,
baru dikirim dua marinir (Usman dan Harun) sudah kalang kabut. Bahkan
“konon” peristiwa tersebut begitu membekas hingga kini. Konon lho, dalam tanda kutip (“).
Bagaimana
jika dikirim ratusan “Usman Harun” lain, baik dari arah Thailand maupun
Indonesia? Boleh dibandingkan atas impor Azhari dan Noordin M Top dari
Malaysia terhadap republik ini. Berapa anak bangsa yang tergalang dan
sudah berapa gedung diledakkan? Saya tidak bermaksud membandingkan
antara Usman Harun dengan kedua teroris impor, tetapi publik
internasional terutama dunia militer pasti memahami bahwa misi Usman
Harun adalah tugas negara, sedangkan Azhari dan M Top tidak jelas misi,
tak jelas identitasnya. Bukan intelijen, kenapa dana mereka unlimited (tak terbatas)? Dianggap teroris, kok manuvernya mirip agen (asing) intelijen?
Jika
misi teroris identik menyerang kepentingan Barat di suatu wilayah,
justru Singapura merupakan “medan jihad” yang tepat karena bercokol
ribuan perusahaan Barat disana, bukannya Indonesia sebagai kawasan
muslim terbesar di dunia. Itulah “hebat”-nya Singapura. Negeri tanpa
teroris, namun ada pusat kajian dan banyak pakar anti teror berdiam
disana.
Dari sisi ekonomi,
kehidupan Singapura banyak didukung sektor jasa, perbankan, pariwisata
dan lainnya. Sekitar 13,5 juta turis setiap tahun datang dan pergi,
bahkan hampir dua kali lipat turis yang ke Indonesia. Padahal untuk
keliling cuma butuh 6 - 7 jam saja. Sebenarnya kurang menarik untuk
rekreasi, kecuali tujuan berjudi, belanja, pertemuan bisnis, atau deal
lainnya. Bisnis selain pariwisata jangan ditanya, adanya ribuan
perusahaan dari berbagai belahan dunia adalah data dan bukti nyata.
Sumber : https://www.facebook.com/notes/m-arief-pranoto/singapura-israel-nya-asia-tenggara-3/670066473056393
0 Komentar