Oleh George Hormat Kulas*
PEMILU sejatinya adalah kontes platform, pertandingan program-program
menyelesaikan problem bangsa dan mewujudkan impian bangsa antara
kekuatan-kekuatan politik yang bertarung. Setelah pendaftaran para
capres-cawapres ke KPU kini kita memiliki landasan yang baik di dalam
menentukan pilihan, karena masing-masing pasangan kandidat telah
menyerahkan dokumen visi-misi, prinsip, dan programnya kepada KPU,
sekaligus menyampaikannya kepada rakyat. Dokumen-dokumen itu adalah
proposal kepada rakyat. Rakyat akan menyatakan penilaian dan sikapnya
terhadap proposal-proposal itu dengan mencoblos pasangan capres
pilihannya. Jokowi-JK menamakan proposalnya “Jalan Perubahan untuk
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian,” sementara
Prabowo-Hatta menjuduli proposalnya “Membangun Indonesia yang Bersatu,
Berdaulat, Adil dan Makmur serta Bermartabat.”
Pemilu kali ini bisa dikatakan perang saudara antara kubu-kubu yang
mengklaim nasional. Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta sama-sama mengklaim diri
sebagai penerus semangat Soekarno, memperjuangkan kemandirian nasional
dan kedaulatan bangsa. Keduanya adalah antitesis rejim neoliberal
Yudhoyono.
Untuk membantu pembaca menentukan pilihan, kami menyajikan vis a vis
ringkasan program Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK dalam soal politik energi
nasional.
Setidaknya
terdapat empat isu penting terkait kebijakan energi nasional dalam
program-program Jokowi dan Prabowo, yaitu 1) penyediaan energi nasional;
2) pengembangan sumber energi terbaharukan; 3) elektrifikasi; 3)
pembangunan infrastruktur migas; 4) mekanisme pengurangan subsidi dan
penyediaan energi murah bagi rakyat; 5) reformasi tata kelola migas.
Memperbaiki Angka Produksi Minyak Bumi
Dalam rumusan program di bidang energi, yang merupakan penjabaran
dari tekad Kemandirian Ekonomi, Jokowi-JK bicara tentang terobosan
strategi untuk menjaga dan meningkatkan produksi minyak bumi melalui
strategi jangka panjang dan jangka pendek. Strategi tersebut antara
lain; 1) memperpanjang usia sumur minyak dan meningkatkan produksi sumur
tua melalui penggunaan teknologi yang tepat dan efisien, seperti Enhanced Oil Recovery
(EOR) . Karena teknologi ini merupakan investasi baru, akan dibuat
peraturan dan kebijakan fiskal khusus untuk mendorong investasi di
bidang ini. 2) Merancang kegiatan eksplorasi yang mengkalibrasi antara
resiko tinggi dan pengembalian investasi sehingga bisa didanai baik oleh
pemerintah maupun swasta; 3) Sistem fiskal migas yang fleksibel yang
dapat mengakomodasi perbedaan kesulitan geologi yang berbeda-beda
sehingga meningkatkan gairah pengembangan sumur tua, daerah baru, dan
laut dalam; dan 4) memberikan kemudahan administrasi dalam izin
investasi.
Program-program yang ditujukan pada peningkatan cadangan minyak
nasional di atas menjawab problem perminyakan nasional yaitu timpangnya
perbandingan antara candangan minyak yang telah dieksploitasi dan
penemuan cadangan minyak baru. Ketimpangan inilah yang selama ini
menyebabkan turunnya produksi minyak nasional. Program-program ini tidak
dimiliki Prabowo-Hatta, sehingga di dalam konteks ini Jokowi-JK unggul.
Mengembangkan Sumber dan penggunaan Energi Murah dan Energi Terbaharukan
Baik Prabowo-Hatta, pun Jokowi-JK sama-sama menilai penting pengembangan energi murah dan terbaharukan.
Untuk energi terbarahukan (bioenergi) Prabowo-Hatta merencanakan
pembukaan 2 juta lahan aren, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorgum, kelapa,
kemiri, dan tanaman sumber bioetanol lain. Penguasaannya diserahkan
kepada BUMN dan kemitraan BUMN-Swasta. Tujuan program ini adalah
meningkatkan kapasitas produksi bioenergi. Prabowo-Hatta juga
menjanjikan kebijakan mewajibkan peningkatan penggunaan biodiesel secara
bertahap.
Jokowi-JK memberikan penekanan berbeda dalam mendorong pengembangan
energi terbaharukan. Pendekatan mereka menekankan kebijakan yang menjadi
insentif pengembangan energi terbaharukan, antara lain: 1) strategi
jangka panjang mengubah sistem harga beli energi terbarukan sehingga
sesuai dengan nilai keekonomian atau sesuai dengan resiko investasi
dalam sektor ini; 2) strategi jangka pendek berupa kontribusi terhadap
pengurangan subsidi energi perlu dimasukan ke dalam perhitungan
keekonomian melalui penggunaan tenaga panas bumi dan tenaga air, biofuel
dan biomasa; 3) membentuk badan usaha khusus seperti BULOG yang
tugasnya memperkuat industri biofuel dan menjamin perdagangan biofuel
yang efisien melalui pembentukan tata kelola biofuel yang efisien dan
efektif.
Jokowi-JK juga bicara tentang peningkatan penggunaan energi murah gas
bumi sebagai pengganti minyak bumi. Jokowi-JK berkomitmen mengubah
sumber energi primer PLN dari BBM ke gas dan merencanakan insentif bagi
investasi membangun infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan gas domestik,
seperti infrastruktur di bidang transportasi berbasis energi lokal dan
murah, stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Sementara program
Prabowo-Hatta yang menyinggung konversi penggunaan BBM ke gas hanya pada
energi primer pembangkit listrik, dan pembangunan infrastruktur
transmisi dan jaringan distribusi gas.
Pembangunan Infrastruktur Migas.
Jokowi-JK merencanakan pembangunan kilang minyak di Indonesia untuk
mencukupi kebutuhan nasional, dan infrastruktur pendukung baik di hulu
maupun hilir seperti kilang, storage, pipa transmisi, dan kapal
tanker. Hal ini agar energi yang diproduksi di dalam negeri dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan domestik. Yang menarik,
pembangunan infrastruktur juga memperhatikan karakteristik lokal, yaitu
infrastruktur di bidang transportasi berbasis energi lokal dan murah.
Prabowo-Hatta pun menjanjikan itu, meski terbatas pada mendirikan
kilang minyak, infrastruktur transmisi dan jaringan distribusi.
Elektrifikasi Nasional
Baik Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta sama-sama menargetkan ratio
elektrifikasi hingga 100 persen pada akhir masa jabatannya, mengatasi
kelangkaan listrik, dan membangun sistem produksi listrik murah. Hal ini
ditempuh melalui konversi energi primer pembangkit PLN dari BBM ke gas,
pembangunan pembangkit tenaga air/microhidro dan tenaga panas bumi.
Strategi Mengurangi “Subsidi” Energi
Konsumsi BBM di dalam negeri yang terus meningkat tanpa diimbangi
peningkatan produksi minyak nasional disadari sangat menekan APBN. Untuk
mengatasi ini, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK memiliki pendekatan berbeda
meski sama-sama akan menaikan harga BBM seturut kenaikan harga pasar.
Prabowo-Hatta akan mengurangi subsidi BBM kepada orang kaya melalui
mekanisme pajak dan cukai, serta membangun sistem subsidi energi yang
lebih tepat sasaran dan lebih berkeadilan. Tidak dijelaskan bagaimana
konkritnya sistem subsidi energi yang lebih tepat sasaran dan
berkeadilan itu. Sementara mekanisme pajak dan cukai yang dimaksud
mungkin terkait pembebanan pajak dan cukai tinggi kepada barang mewah,
terutama mobil mewah atau pajak progresif pada kepemilikan mobil lebih
dari satu.
Jokowi-JK memetakan konsumsi BBM yang lebih banyak digunakan sektor
transportasi. Untuk itu, biaya energi sektor transportasi dibuat lebih
murah melalui konversi penggunaan BBM ke gas dengan terlebih dahulu
membangun infrastruktur gas bagi kepentingan transportasi di seluruh
pelosok tanah air. Dengan cara ini, kenaikan harga BBM tidak memiliki
dampak berarti pada sektor transportasi, kenaikan biaya produksi, dan
harga barang. Anggaran dari pengurangan subsidi BBM akan dialokasikan
pada pengembangann energi terbaharukan. Dengan demikian kebijakan ini
dalam jangka panjang berujung pada ketahanan dan kedaulatan energi
nasional.
Perubahan UU Migas untuk Mereformasi Tata Kelola Migas Nasional.
Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta sama-sama menjanjikan perubahan UU Migas
yang dinilai bersemangat neoliberal dan tidak berpihak kepada
kepentingan nasional. Jokowi-Jk menjanjikan UU migas berjargon UU Migas
Merah Putih yang berkarakter membangun kapasitas nasional dan akan
memberikan kepastian hukum secara permanen berlandaskan prinsip
Trisakti. Senafas itu, Prabowo-Hatta menjanjikan revisi UU migas yang
sesuai semangat pasal 33 UUD 1945.
Nah, proposal kebijakan energi nasional manakah yang lebih baik
menurut Anda? Tunggu laga keduanya di bidang kebijakan pangan, moneter,
fiskal, dll pada artikel mendatang.
* Penulis adalah Ketua Sanggar Ekonomi Gotong Royong [Segoro] NTT
0 Komentar