Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ma'had Al-Zaytun dan Konsep Green Economy Penunjang Kemandirian Pangan

Hampir seluruh makanan santri dan pendidik diolah sendiri


Ma'had Al-Zaytun selama ini disebut masyarakat sangat tertutup dari lingkungan sekitar. Kawasan yang luas membuat masyarakat tak bisa melihat secara langsung aktivitas para santri dan pendidik.

Luas lahan yang dimiliki Al-Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, memang luas mencapai 1.600 hekktare. Namun, hanya sekitar 320 hektare saja yang dijadikan tempat pendidikan para santri. Sisa lahannya dipakai untuk menamam berbagai jenis pohon hingga menjalankan roda kemandirian ekonomi dari segi pangan.

Sapi Alzaytun

Kita berkesempatan mengunjungi Ponpes Al-Zaytun pimpinan Panji Gumilang. Anggota Pengawas Lembaga Kesejahteraan Masjid, Masjid Rahmatan Liľalamin (LKM MRLA) Mohamad Nurdin A Tabit, yang menerima kunjungan IDN Times kemudian mengajak berkeliling melihat konsep green economy yang bisa membuat ponpes ini lebih mandiri menyediakan kebutuhan pangan seluruh santri, pendidik, dan pekerja setiap harinya.

Dia menuturkan, jumlah orang yang tinggal di Al-Zaytun mencapai ribuan. Setiap hari ada jadwal makan sebanyak tiga kali. Jika semua kebutuhan tersebut harus didapat dengan membeli maka keuangan yang dimiliki yayasan tidak memadai. Untuk itu konsep green economy dengan menyediakan pangan secara mandiri pun dilakukan.

Untuk kebutuhan beras misalnya, ponpes Al-Zaytun sudah mememiliki lahan sawah. Dari lahan-lahan tersebut gabah hasil panen kemudian diolah sendiri di areal ponpes untuk menjadi beras agar bisa dikonsumsi dan disimpan. Selain itu, kelebihan produksi beras yang ada juga bisa dijual melalui koperasi.

"Kami punya silo yang tempat menyimpan gabah sampai 1.000 ton. Ini semua Kami produksi sendiri berasanya di sini. Stok beras kami bisa sampai 18 bulan," kata Nurdin, Senin (10/7/2023).

Kebutuhan untuk beras yang dikonsumsi mencapai 1.500 kilogram (kg) per hari. Sementara ada juga beras yang mampu dijual sekitar 65 ton dalam sebulan.

1. Berikan gizi terbaik bagi santri

Nurdin menuturkan, Al-Zaytun sangat memerhatikan asupan makanan para santri. Istilah empat sehat lima sempurna sangat dijaga di ponpes ini sehingga protein hewani juga dipersiapkan setiap harinya. Mulai dari ayam, daging, hingga ikan disediakan bagi santri setiap kali makan.


Maka, Al-Zaytun memiliki peternakan sapi, kerbau, domba, dan ayam yang diolah secara mandiri. Semua kebutuhan pangan dari kebun sendiri ini pun diharap bisa mengurangi pengeluaran ponpes dari makanan.

Untuk ikan, ponpes Al-Zaytun bahkan mendatangkan langsung ikan tuna dari Halmahera yang sangat terkenal memiliki kandungan nutrisi terbaik. Setiap kali pengiriman mencapai lima hingga tujuh ton.

"Kami ada kebutuhan ikan hingga 600 kg setiap hari. Setiap satu kilo ikan bisa jadi 22 potong," ungkapnya.

Sementara untuk ayam potong, kebutuhan di ponpes ini bisa mencapai 1,2 ton sehari. Kandang ayam selain di pesantren ada juga yang di luar kawasan dan bekerjasama dengan peternak lainnya untuk mensuplai.

2. Buah-buahan Menanam Sendiri

Selain makanan utama, Ponpes Al-Zaytun pun menanam berbagai macam buah-buahan di lahannya. Mulai dari pisang, kepala, alpukat, mangga, lengkeng, hingga nanas ada di kawasan ini.

Dhoni, salah satu pengurus perkebunan pisang menuturkan, lahan yang digunakan untuk perkebunan tersebut sekitar 25 hektare. Untuk satu hektare bisa ditanamani 2.000 hingga 2.500 pohon.

Pengolahan pisang dari awal menanam pohon hingga disimpan di penyimpanan khusus dilakukan secara mandiri agar hasil pisangnya bagus sehingga bisa juga untuk diperjualbelikan.


"Kalau untuk santri saja sehari bisa satu ton. Nah kita juga karena banyak pisangnya jadi bisa dijual. Sebulan itu bisa dapat untung bersih Rp300 juta sampai Rp400 juta," ungkap Dhoni.

Tak selesai di situ, Al-Zaytun pun telah mencoba membuat gula dan garam sendiri. Memiliki lahan perkebunan tebu seluas 40 hektare, pesantren ini mengolah tebu tersebut baik menjadi gula coklat atau gula putih. Ada juga cairan gula hasil pengolahan yang bisa dipakai untuk sirup. Sementara garam didapat dari pengolahan di pinggir pantai kawasan pantura Indramayu.

3. Berbagai Pabrik di Alzaytun

Pabrik Furniture

Pabrik Gula Merah

Pabrik Beras

Pabrik Pengolahan Besi / Bengkel 

Nurdin pun sempat membawa tim IDN Times mengunjungi kawasan fabrikasi yang menjadi pusat pembuatan berbagai barang kebutuhan siswa hingga pesantren. Di kawasan ini terdapat gudang-gudang kayu dan mesin besar yang bisa membuat plat baja untuk bangunan.

Menurutnya, selama ini furniture yang ada dibuat secara mandiri oleh pekerja di gudang kayu. Bahan kayu didapat dari berbagai pepohonan yang ada. Biasanya kayu tersebut adalah dahan-dahan yang patah dengan sendirinya.

"Kami maksimalkan bahan yang ada di sekitar termasuk dahan kayu besar ini. Jadi bisa untuk furniture baru atau memperbaiki yang rusak," katanya.

Selain itu ada juga tempat pembuatan baja yang nantinya bisa digunakan untuk membangun gedung. Saat ini ada beberapa gedung yang belum terbangun tapi sudah masuk dalam rencana Ponpes Al Zaytun.

4. Bangun kapal untuk asupan Protein Ikan dan program Blue Economi



Salah satu yang sempat menjadi kontroversi adalah proyek kapal yang sedang dikerjakan di sekitar pantai Indramayu. Di sana terdapat tempat untuk membuat kapal berukuran besar milik Al Zaytun.

Pembuatan kapal tersebut sempat ramai diperbincangkan masyarakat karena menganggap Syekh Panji Gumilang ingin membuat reflika kapal Nabi Nuh. Namun, Nurdin membantah hal tersebut dan menyebut bahwa kapal itu dibuat untuk mencari ikan ke daerah yang jauh.

Harapannya ke depan, Ponpes Al-Zaytun bisa mencari ikan sendiri, sehingga bisa mengurangi pengeluaran dengan membeli dari pihak lain. "Setelah green economy kami ingin coba blue economy," kata dia.

Posting Komentar

0 Komentar